FKUB: Kampus Perjuangan

Dimana kebersamaan, intelektualitas dan profesionalisme menjadi sebuah inovasi bermanfaat untuk Semua :)

The Dream Team -Stempowering-

One of the best team that i've ever had.

International Conference +Networking+ Travelling

Hope your beloved homeland will be the next destination :D

Youth and Activism

The best of mankind is while they could give benefit towards another people, let us share and care

Still Long Road to Endeavour at Very Best

Wait for the next blog's content, stay tuned bro and sis :D

Reccomend This

Search Button

Jumat, 31 Oktober 2014

Terbangkan Harapanmu dengan Tulisan!






Sejak kecil, aku dibesarkan di desa Biru, salah satu desa kecil di Kabupaten Malang. Masa kecilku kuhabiskan dengan bermain laying-layang, mengejar capung, menyisiri sungai dan berlari di tengah sawah yang hijau. Hidup bersama harmoni di sini memang merupakan berkah dari Tuhan. Dimana inspirasi dan ketenangan hati dapat didapatkan kapan saja.
Sudah dua dekade ini saya hidup di desa Biru. Oleh karena itu, saya sangat faham sekali betapa pesimisnya masyarakat disini untuk meraih pendidikan yang lebih tinggi. Kebanyakan anak muda disini hanya disekolahkan hingga SMA, kemudian dipaksa untuk segera bekerja. Sedangkan untuk yang perempuan mereka akan dinikahkan segera. Jangankan menjadi penulis, untuk meraih pendidikan sebagai sarjana saja tidak ada satupun yang didukung oleh orang tuanya. Alhasil desa ini jauh dari kemajuan dan perkembangan masa kini. Pendudukanya cenderung kolot dan tidak mau tahu harapan para generasi mudanya.
Meskipun dalam berbagai keterbatasan, akhirnya saya diterima di fakultas kedokteran. Agak aneh memang ketika masyarakat desa biru heran atas pilihan saya ini. Tapi saya sangat bersyukur memiliki orang tua yang sangat mendukung atas cita cita ini. Kampus kedokteran ini memang terkenal sebagai kampus dengan sejuta tugas yang berhubungan dengan tulisan. Nampak tumpukan buku selalu memanggil manggil untuk diringkas sebagai tugas harian. Ditambah lagi dengan adanya kewajiban bagi setiap mahasiswa untuk menghasilkan tulisan sejak menjadi mahasiswa baru. Padahal, semasa SMA saya justru anti dengan kegiatan tulis menulis. Meskipun demikian, saya memilih untuk tetap berusaha.
Menulis itu akan membuat ketagihan”, begitulah kata kakak kelas saya yang telah menulis 5 buku tentang kedokteran di usianya yang sangat belia. Awalnya saya tidak percaya dengan kata kata tersebut, bagaimanapun juga saya di masa SMA bukanlah seorang penulis. Namun, seiring berjalannya waktu, secara tidak sadar, saya ternyata menghabiskan semakin lama waktu untuk di untuk menulis. Bahkan tidak disangka sangka, saya sering menulis sesuatu yang bukan merupakan tugas kuliah bahkan saya sering merasa tertantang untuk menyelesaikan tulisan dari bidang baru diluar keahlian saya. Sangat bersyukur sekali, banyak dari karya saya yang disukai dan mendapatkan penghargaan di tataran nasional maupun internasional.
Sejarah telah membuktikan bahwa pemikir hebat dunia, meskipun sudah tutup usia, pemikirannya akan diwariskan sepanjang masa. Melalui tulisannya mereka mampu mengubah dunia. Mengubah kondisi yang ada menjadi lebih baik sesuai dengan harapan mereka. Apabila kita menginginkan sebuah perubahan, maka kita harus memulai dari sebuah ide dan gagasan, selanjutnya menuliskan gagasan itu supaya orang lain dapat mendukung gagasan tersebut. Hal ini menggungah hati saya sebagai salah satu penduduk desa BIru yang berkesempatan lebih untuk mencapai pendidikan yang lebih tinggi. Sebagai satu-satunya sarjana, merupakan sebuah tanggung jawab moral bagi saya untuk perlahan merobohkan tembok pesimisme warga desa Biru akan pendidikan tinggi.  Saya sangat yakin, kejadian pesimisme ini tidak hanya terjadi di desa Biru saja, masih banyak ribuan desa lainnya yang mengalami hal yang sama. Padahal, sesungguhnya sangat banyak sekali pemuda yang berpotensi menjadi intelektual harapan bangsa yang hanya berasal dari desa. Sejak saat itulah saya menggagas Gerakan Pemuda Menginspirasi. Berawal hanya dari sebuah tulisan akan gagasan untuk berbagi, kini Gerakan Pemuda Menginspirasi berhasil mengajak para pemuda untuk menulis, berbagi inspirasi, cerita dan pengalaman yang akan ditujukan untuk membangkitkan optimism dari pemuda desa.
Hanya dalam hitungan minggu, telah ada puluhan pemuda yang ingin berpartisipasi. Hanya dalam hitungan bulan, ratusan pemuda dari desa telah termotivasi untuk terus mengejar pendidikan yang lebih tinggi. Di desa Biru ini, kini saya bukan satu-satunya sarjana lagi. Makin banyak yang mulai berfikir dan berusaha melanjutkan ke perguruan tinggi. Bahkan, saya masih ingat anka didik saya di Gerakan Pemuda Menginspirasi, anak tukang ojek yang dulunya hanya menggembala sapi, kini kuliah dengan beasiswa dikti dan menghasilkan puluhan prestasi. Kini dia juga turut mendedikasikan diri untuk meyakinkan pemuda Desa mengejar pendidikan yang lebih tinggi.

                Maka dari itu, maka saya mengajak pembaca yang budiman, jikalau anda memang ingin membuat suatu kebaikan. Bolehlah anda mengawali dari sebuah tulisan. Bagikan tulisan itu sehingga menjadi sebuah pemikiran dan harapan. Bahkan anda sekarang juga bisa membuat ide tersebut tersebar luas keseluruh penjuru Indonesia melalui penerbit inovatif Rasibook yang dapat anda akses di http://www.rasibook.com/p/tentang-kami.html. Sebarkan kepada seluruh jaringan anda untuk membeli buku yang anda publikasi di Rasibook. Ajak semua orang yang setuju untuk turut mendukung gagasan tersebut. Teruslah berusaha dengan sebaik baik niat dan cara. Niscaya suatu hari nanti kelak, anda akan merasakan bahwa tulisan kecil anda, kini menjadi sebuah harapan besar bagi mereka semua.

Mari menulis, dan publikasikan karya kita :)


Selasa, 12 Agustus 2014







Kamis, 27 Desember 2012

Kombinasi Penggunaan Promotor CMV dengan P2A dalam Meningkatkan Ekspresi mRNA SNAIL


Kombinasi Penggunaan Promotor CMV dengan P2A dalam Meningkatkan Ekspresi mRNA SNAIL
(Ringkasan Hasil Penelitian Singkat di Krakow, Polandia)
Oleh: Makhyan Jibril A

Pertama tama saya akan menceritakan terkait teknologi enzim restriksi dan isolasi DNA. Dalam rangka isolasi suatu gen yang terdapat dalam sebuah construct yang sudah jadi, diperlukan suatu pendekatan yakni dengan menggunakan enzim restriksi. Enzim restriksi akan berperan untuk memotong DNA sirkuler pada titik titik tertentu yang sesuai sehingga DNA tidak menjadi sirkuler lagi dan dapat di isolasi sekuens spesifik yang kita inginkan. Enzim restriksi sendiri memiliki banyak tipe dan site reaksi, sehingga kita dapat menyesuaikannya dengan kebutuhan.
Dengan model konstruk seperti demikian, maka untuk mengisolasi gen serulean CFP dibutuhkan enzim restriksi bernama BamHI dan BclII. Dalam hal ini enzim tersbut akan bekerja untuk menghasilkan dua potong gen, yakni dengan 4000bp dan 500 bp. Untuk mengkonfirmasi apakah enzim restriksi telah bekerja dengan sempurna, digunakan metode elektroforesis horizontal dengan label ethidium bromide yang nantinya akan membuat gel hasil elektroforesis berpendar. Selanjutnya dengan pemberian DNA ladder, maka kita bisa membandingkan dan memperkirakan panjang basepair dari DNA hasil digesti enzim. Pada kondisi tersbut, kita bisa mengisolasi secara spesifik gen yang panjang basepairnya yang kita inginkan. Kami berhasil mengisolasi gen yang kami inginkan dengan memotong gel yang berisi sekuens basepair DNA yang terpanjang. Gel yang berbahan dari xxx ini perlu dilembekkan dengan waterbath dengan suhu 55° C untuk selanjutnya dilakukan reaksi PCR dengan primer forward dan reverse yang sesuai untuk ceruleanCFP. Hal ini dilakukan untuk mengamplifikasi jumlah DNA spesifik pada sekuens tersebut, sehingga didapatkan jumlah DNA yang mencukupi untuk digunakan dalam reaksi rekombinan.
Mesin Imaging hasil Elektroforesis
Pada dasarnya, prinsip PCR ialah dengan cara denaturasi dari DNA sehingga DNA menjadi single strand pada suhu 90°,selanjutnya Primer forward dan reverse akan bekerja bersama DNA polymerase untuk sintesis DNA baru dengan bahan dNTP (Paket nukleotida yang dibutuhkan untuk membentuk DNA,  terdiri dari AUGC) pada suhu 60°. reaksi diakhiri dengan menurunkan suhu secara cepat menjadi 4°C untuk menghentikan reaksi.
Pada kesempatan ini, kita juga berkesampatan untuk menyaksikan reaksi rekombinan GFP-P2A-SNAIL. Salah satu proses rekombinan yang unik karena disini digabungkan 3 sekuens DNA yang memiliki fungsinya masing-masing. GFP merupakan protein label yang sering digunakan untuk mengevaluasi eksrpresi dari protein yang dipasangkan dengannya melalui mikroskop fluoresens. P2A merupakan suatu protein yang mampu di digesti oleh enzim yang diproduki ER sehingga nantinya GFP akan terpisah dengan SNAIL. Sedangkan SNAIL sendiri merupakan salah satu factor transkripsi yang berperan dalam pathogenesis kanker.
Dalam konstruksi GFP-P2A-SNAIL. Dilakukan berbagai macam tahapan. Diawali dengan kombinasi sekuens antara GFP dengan sekuens P2A. sekuens ini dibuat sedemikian sehingga memiliki 5’ sticky end pada sekuens GFP dengan flanking region AttB, sdangkan P2A memiliki 3’sticky end dengan Multisite. Pada penelitian ini juga dibandingkan antara penggunaan promotor CMV dengan Ubiquitin. Setelah sel ditransfeksikan kepada kultur sel kanker otot, sel diamati dengan mikroskop fluoresens. Dapat diamati bahwa sel yang ditransfeksikan dengan GFP,GFP-SNAIL,maupun GFP-P2A-SNAIL mengalami peningkatan intensitas warna hijau yang dihasilkan. Pada kasus ini dibandingkan antara GFP-P2A-SNAIL yang menggunakan promotor ubiquitin dengan CMV dan didapatkan bahwa CMV memiliki kemampuan promotor yang lebih kuat ditandai dengan tingginya intensitas fluoresensi sel.
Untuk memastikan apakah memang terjadi peningkatan mRNA dari masing masing gen yang dikonstruksi. Maka dilakukan reaksi RT-PCR yang bertujuan untuk mengukur fluoresensi DNA  yang terbentuk setelah dilakukan reaksi PCR berkali kali. Proses ini nantinya akan merekam jumlah total DNA yang dihasilkan dari primer yang sesuai dengan reaksi, pada kesempatan ini kita mengevaluasi ekspresi factor transkripsi SNAIL. Didapatkan bahwa factor transkripsi SNAIL mengalami peningkatan yang signifikan pada kelompok promotor CMV, maupun pada vector yang dibentuk dengan P2A maupun tanpa P2A. hal ini membuktikan bahwa factor CMV ialah promotor yang poten, sekaligus pemberian P2A tidak akan menurunkan ekspresi SNAIL. Dengan demikian, P2A mampu menjadi kandidat pemisah protein target dengan GFP pasca transkripsi.

Minggu, 08 April 2012

Critical Appraisal: High-density lipoprotein phospholipids interfere with dendritic cell Th1 functional maturation


Critical Appraisal
High-density lipoprotein phospholipids interfere with dendritic cell Th1 functional maturation
Makhyan Jibril Al Farabi, Mirza Zaka Pratama
Program Magister Ilmu Biomedik
Program Pasca Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang


Pesan Utama Arikel
Artikel ini menceritakan tentang peran high density lipoprotein (HDL) yang ternyata dapat menghambat maturasi dari dendritic cell (DC) yang diinduksi dengan menggunakan aktivasi dari ligan toll like receptor (TLR) dalam mengaktivasi sel T helper 1 (Th1). Artikel ini juga menceritakan bahwa bagian HDL yang paling poten dalam menghambat maturasi DC tersebut adalah fosfolipid dan dari keseluruhan fosfolipid yang terdapat pada HDL, 1-palmitoyl-2-linoleyl-phophatidylcholine (PLPC) merupakan fosfolipid yang paling poten dalam menghambat maturasi DC.

Kepentingan Artikel
Isi yang terdapat dalam artikel ini sangat menarik dan penting. Sel Th1 merupakan subset dari sel T CD4+ yang memiliki fungsi dalam menginduksi inflamasi dan respon imun. Aktivasi dari sel Th1 ini diakibatkan karena adanya presentasi antigen melalui antigen presenting cell (APC), seperti DC. Sel Th1 ini ditemukan memiliki peran yang penting dalam patogenesis beberapa penyakit, seperti atherosklerosis. Pada atherosklerosis, DC dapat menginfiltrasi jaringan subendotel untuk memfagosit oxidized LDL (OxLDL) dan mengakibatkan terbentuknya foam cell yang dapat menimbulkan terjadinya penimbunan lipid core pada dinding vaskular. DC tersebut dapat menstimulasi aktivasi sel Th1 sehingga proses inflamasi yang terjadi akan lebih hebat dan atherosklerosis yang terjadi juga menjadi lebih parah.
HDL ternyata dibuktikan mampu menghambat maturasi DC dalam menginduksi aktivasi sel Th1. Ditemukannya HDL dalam menghambat aktivasi sel Th1 ini merupakan suatu informasi baru yang belum pernah dilakukan oleh penelitian lain terkait pembuktian peran HDL dalam menghambat maturasi DC untuk mengaktivasi sel Th1. Sebagaimana yang telah diketahui, penelitian-penelitian terdahulu membuktikan bahwa HDL berperan sebagai agen anti-atherogenesis dengan cara mencegah oksidasi LDL menjadi OxLDL dan melakukan reverse cholesterol transport yaitu mengangkut kolesterol dari jaringan menuju hepar. Informasi yang diberikan dalam artikel ini dapat memberikan suatu pengetahuan baru terhadap mekanisme HDL sebagai agen yang dapat melindungi dari atherosklerosis.
Selain itu, peran sel Th1 ini tidak hanya ditemukan untuk atherosklerosis saja melainkan berbagai penyakit imunitas juga dipengaruhi oleh aktivitas dari sel ini. Sel Th1 dibuktikan mengalami abnormalitas pada beberapa penyakit autoimun, seperti systemic lupus erythematosus dan rheumatoid arhtritis. Dengan ditemukannya informasi baru ini, tentu saja diharapkan HDL dapat dieksplorasi lebih jauh untuk melihat perannya dalam meregulasi aktivasi dari sel Th1 pada penyakit autoimun.

Jenis Artikel
            Artikel ini merupakan suatu original article suatu hasil penelitian eksperimental laboratorik secara in vitro menggunakan sampel sel DC dan sel limfosit T dari individu yang sehat. Penelitian ini dilakukan untuk membuktikan pengaruh HDL terhadap maturasi DC dalam menginduksi sel Th1.

Validitas
Validitas Eksternal
Penelitian ini memiliki validitas eksternal yang rendah. Hal ini dikarenakan sulitnya untuk melakukan generalisasi dari hasil penelitian yang menggunakan model in vitro kepada populasi. Pada penelitian ini dilakukan pembatasan dalam berbagai macam aspek sehingga bias yang terjadi dapat dikontrol dengan baik. Kondisi pembatasan ini tentu saja tidak mencerminkan kondisi sebenarnya yang terdapat pada kondisi di dalam tubuh atau in vivo.
Hasil yang didapatkan pada penelitian ini masih belum tentu akan menghasilkan hasil yang sama ketika dilakukan secara in vivo. Hal ini dikarenakan aktivasi dari sel Th1 melalui DC ini dipengaruhi oleh berbagai macam faktor, seperti sitokin pro-inflamasi atau anti-inflamasi, interaksi dengan  sel imun lain, dan lingkungan mikro yang terdapat di dalam tubuh. Penelitian yang dilakukan secara in vitro ini dilakukan pembatasan sehingga faktor-faktor perancu tersebut tidak memberikan pengaruh terhadap hasil penelitian.
Selain itu, peneliti juga menyebutkan bahwa HDL dapat menghambat maturasi DC dalam menginduksi sel Th1 sehingga merupakan agen imunomodulator yang dapat melindungi seseorang dari atherosklerosis. Akan tetapi, peneliti di sini menggunakan HDL dari individu yang sehat untuk mendapatkan hubungan sebab akibat ini. Padahal, beberapa penelitian lain menyebutkan bahwa HDL pada individu yang mengalami kondisi penyakit inflamasi yang kronis (seperti atherosklerosis) justu akan mengalami perubahan karakteristik HDL nya. HDL pada individu tersebut malah menjadi pro-inflamasi HDL dan memiliki fungsi yang terbalik dibandingkan dengan orang sehat.
Oleh karena itu, untuk mengaplikasikan hasil penelitian ini pada populasi penderita atherosklerosis tentu saja masih sangat jauh karena HDL yang digunakan tentu saja akan berbeda. Selain itu, sampel DC dan sel Th1 yang digunakan juga dari individu yang sehat. Hal ini tentu saja akan sangat berbeda antara DC dan sel Th1 pada pasien yang menderita suatu inflamasi kronis dibandingkan dengan individu yang sehat.

Validitas Internal
Penelitian ini memiliki validitas internal yang baik. Hal ini dikarenakan hubungan sebab akibat yang didapatkan memiliki nilai yang kuat. Penelitian ini melakukan pembatasan terhadap faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi hasil dengan menggunakan suatu desain penelitian in vitro. Pengaruh eksternal yang dapat mempengaruhi hasil penelitian ini antara lain sitokin dan interaksi dengan sel lain serta kondisi lingkungan mikro yang telah dimodifikasi sedimikian rupa sehingga menjadi kondisi yang netral dan tidak mempengaruhi hasil penelitian. Apabila penelitian dilakukan dengan desain in vivo tentu saja pengaruh-pengaruh eksternal akan sulit untuk dihilangkan, seperti kondisi diet maupun emosional yang tentu saja dapat mempengaruhi imunitas sautu individu.
Sel dan lipoprotein yang digunakan telah dipurifikasi dengan metode yang standar. Hasil dari purifikasi tersebut juga telah dilakukan konfirmasi terlebih dahulu sehingga memiliki nilai kepastian yang tinggi. Akan tetapi, sel limfosit yang digunakan merupakan sel limfosit T total, baik sel CD4+ (Th0, Th1, Th2, Treg, maupun Th17) serta sel CD8+. Hal ini mengakibatkan dimungkinkan adanya interaksi dari sel limfosit lainnya yang dapat membuat hasil yang didapatkan menjadi bias. Penelitian lain yang telah dikerjakan biasanya menggunakan sel Th0 untuk melihat fungsi maturasi DC untuk menginduksi terbentuknya sel Th1.
Untuk mendapatkan kesimpulan bahwa HDL dapat menghambat maturasi DC dalam mengaktivasi sel Th1, peneliti melakukan beberapa pengukuran variabel. Variabel yang diukur merupakan variabel yang relevan dalam menghasilkan kesimpulan tersebut. Variabel juga diukur menggunakan metode yang telah dilakukan dalam penelitian sebelumnya sehingga merupakan metode yang standar.

Bahan dan Metode
Penelitian yang dilakukan ini menggunakan HDL yang didapatkan dari plasma donor individu normolipidemik. Peneliti tidak menyebutkan bagaimana definisi operasional dari individu normolipidemik yang akan diambil HDL nya. Peneliti juga tidak menyebutkan ada berapa individu yang diambil darahnya dan berapa banyak darah yang diambil dari individu tersebut. Pada artikel ini juga tidak disebutkan ethical clearance mengenai penelitian ini, mengingat pengambilan darah seorang manusia tentu saja harus membutuhkan persetujuan dari komisi etik terlebih dahulu.
Metode yang dilakukan untuk mengekstraksi lipoprotein dari plasma yang digunakan merupakan metode standar, begitu juga metode memisahkan fraksi lipid dari HDL yang dilakukan. Fraksi fosfolipid yang digunakan dalam penelitian ini merupakan fosfolipid sintetis yang dibeli dari pabrik. Fosfolipid yang digunakan merupakan fraksi fosfolipid dari HDL. Akan tetapi, peneliti tidak melakukan pembuktian apakah betul fraksi fosfolipid yang digunakan tersebut terdapat pada HDL dan berapa komposisi fraksi fosfolipid tersebut terdapat di dalam HDL.
Metode pengambilan monosit dan sel limfosit T tidak dijelaskan secara lebih detail, misalnya peneliti hanya menyebutkan bahwa sel-sel tersebut diisolasi dari darah perifer manusia. Akan tetapi, manusia yang diambil sampelnya tersebut tidak didefinisikan sebagai individu yang sehat atau yang sedang dalam kondisi yang sakit. Hal ini tentu saja sangat berpengaruh terhadap hasil penelitian karena pada individu yang mengalami beberapa penyakit imunitas tertentu akan mengalami perubahan reaktivitas respon imun yang dimilikinya.
Metode untuk mengisolasi monosit merupakan metode standar yang sudah dilakukan oleh peneliti-peneliti sebelumnya. Monosit yang diisolasi juga telah dikonfirmasi menggunakan flowsitometri dengan marker CD14. Marker ini merupakan marker yang menunjukkan bahwa sel tersebut merupakan monosit. Penggunaan marker tersebut untuk konfirmasi monosit yang telah diisolasi tentu saja merupakan metode yang standar dan membuktikan bahwa sel yang terisolasi merupakan monosit yang sesungguhnya.
Akan tetapi, sel limfosit T yang diisolasi masih merupakan sel limfosit T yang dikonfirmasi dengan marker CD3. CD3 ini merupakan marker yang terdapat pada seluruh subset sel limfosit T baik sel T CD4+ maupun CD8+. Karena tujuan dari penelitian ini untuk membuktikan pengaruh HDL dalam menghambat maturasi DC dalam menginduksi aktivasi sel Th1, lebih baik sel T yang digunakan merupakan limfosit T yang lebih spesifik, misalnya menggunakan sel limfosit T CD4+ naif seperti yang sering digunakan dalam penelitian terdahulu. Dengan demikian, bias yang diakibatkan karena interaksi dengan sel lain dapat dicegah dan hubungan sebab akibat yang didapatkan juga menjadi lebih kuat.
Selain itu, metode lain yang digunakan sudah merupakan metode yang standar. Akan tetapi, metode yang digunakan untuk mengukur jumlah Nf-κB yang terikat pada DNA masih menggunakan metode EMSA yang mendapatkan data semi kuantitatif dimana data yang didapatkan merupakan data dengan mengukur ketebalan dari pita yang dihasilkan. Presisi data yang yang kuantitatif tentu saja lebih kuat dibandingkan dengan data semi kuantitatif atau kualitatif. Hal ini dapat mengurangi bias penelitian. Terdapat berbagai macam metode juantitatif yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan DNA binding suatu faktor transkripsi, seperti menggunakan metode filter microplate assay test dan CELD-fusion method,
Metode statistik yang digunakan merupakan metode yang standar menggunakan analisa komparasi menggunakan pairwise Student’s Test yang menggunakan nilai p < 0,05 untuk perbedaan yang signifikan dan p < 0,03 untuk perbedaan yang sangat signifikan.

Hasil Penelitian
Hasil yang didapatkan disajikan dalam bentuk tabel dan gambar  sehingga memudahkan untuk membaca hasil tersebut. Akan tetapi, hasil yang menunjukkan penghitungan marker DC yang matur dengan flowsitometri tidak diberikan berapa persentase marker yang diekspresikan oleh DC tersebut. Peneliti juga menyimpulkan bahwa pemberian lipoprotein tidak berpengaruh terhadap maturasi fenotip dari DC. Akan tetapi, kesimpulan ini tidak didasarkan dari analisa statistik dan tidak ditunjukkan perbedaan persentase marker baik yang diberikan lipoprotein maupun tidak. Hasil lain yang didapatkan dalam penelitian ini sudah relevan dan terkait dengan tujuan dari penelitian ini.

Pembahasan Artikel
Dalam artikel ini, peneliti tidak menyebutkan kekurangan dalam penelitian yang dilakukannya. Kekurangan dalam penelitian ini justru penting untuk disebutkan karena dapat dijadikan sebagai saran untuk penelitian selanjutnya.
Secara garis besar, pembahasan yang dituliskan oleh peneliti sudah sangat bagus dimana hubungan asosiasi dan analogi yang dilakukan peneliti untuk mencari mekanisme kerja fosfolipid HDL dalam menghambat aktivasi DC ini sudah relevan. Banyaknya data yang didapatkan dalam penelitian ini juga mendukung pembahasan dan kesimpulan yang dikemukakan oleh peneliti. Data dari penelitian terdahulu juga mendukung hasil yang didapatkan oleh peneliti sehingga membuat pembahasan yang dikemukakan oleh peneliti ini valid.
Akan tetapi, limitasi dari pembahasan dalam artikel ini adalah tidak adanya pembuktian secara langsung dari mekanisme kerja HDL dalam menghambat maturasi DC. Dengan demikian, peneliti mencari mekanisme ini berdasarkan studi pustaka dari hasil penelitian lainnya. Selain itu, juga tidak dilakukan analisis lain apakah pemberian HDL terhadap DC ini justru mengakibatkan pergeseran penginduksian sel limfosit T menjadi sel Th2 yang akan bersifat protektif terhadap atherosklerosis.

Fulltext Jurnal




Kamis, 05 April 2012

International Journal of Medical Student



PRESENTATION ON IJMS

 




My name is Makhyan Jibril Al Farabi, B.Med , and as Ambassador of IJMS, 
I am here to present the International Journal for Medical Students, IJMS

IJMS HISTORY
When people approach me to ask about the journal, their first question is generally, “Where did this all come from?”
The initial idea for the Journal was from Américo Peña Oscuvilca, the current editor in chief, who when he was a medical student and president of the scientific society of medical students of Peru, SOCIMEP, he participated in the XXVII (27th) International Scientific Congress, held on an annual basis by the Latin-American Federation of Medical Students Associations, FELSOCEM where he met the past Scientific editor, Christian Lopez, who was attending in representation of the Colombian  national scientific association ASCEMCOL, with whom he shared his idea:
To create a scientific journal that would be completely planned and executed by medical students from all over the world. The congress ended the 12th of September 2009, and on the 20th the commitment to start it was sealed via email.
At that moment, Juliana Bonilla, our Associate Editor was a research trainee at Mayo Clinic, when on the 23rd of September, Christian, her friend, contacted her and told her about the idea. She thought it was simply spectacular! Because she had never heard of anything like it, and she felt like it was going to be one of those initiatives that was going to have a great impact and make a real contribution to medical sciences and medical education. She immediately answered yes, and since then they started creating IJMS.
Each one of them contacted a mentor, Americo brought Dr. Alfonso Rodriguez from the Central University of Venezuela, Christian Dr. Jorge Gomez, from Quindio University and Juliana contacted Dr. Martin Fernandez from Mayo Clinic.
On 2012, the IJMS Executive Committee made public among their current Editorial Board the vacancy for a new Scientific Editor, for which Ahmad Adi, who was part of it, applied and was admitted. Since that moment, He, Juliana and Americo became a new team and are making IJMS grow more and more. And this is how it all started, about three years ago, and for me it a great honor to share with you the product of their efforts.



WHY BELIEVE IN IJMS?
With the publication from the Evidence-Based Medicine Working Group in 1992 that a new paradigm for medical practice was born: evidence-based medicine, which has had an impact in every aspect of clinical practice and is penetrating medical education, becoming an ever increasing part of the skills that are needed to practice medicine.
But, what does this mean? That the language in which medicine is written today is no longer prose, but scientific in nature. Under this paradigm, the decisions on diagnosis and treatment are no longer based only on clinical expertise, but the evidence to support it.
Even so, many medical students and physicians still have trouble with basic principles of research methodology and don’t understand fully what trials mean or their publication process.
Scientific journals fulfill a vital part in the generation of knowledge; it is the intermediate step between discoveries made in the laboratory or practice and their inclusion in books. Thus, the first step in making a contribution to medical sciences is through the publication in scientific journals.
And so it has become more important for students to be exposed to research at earlier stages of medical formation. This has been evidenced by the inclusion of research related classes in medical curriculums, and is further supported by the ACGME (Association of American Medical Colleges) in 2006,[i] when they called for all medical schools to incorporate mandatory education on clinical and translational research.
Medical student journals do exist, but they often represent specific groups or local associations.
And thus, the International Journal for Medical Students was born, to give a voice to the hundreds, thousands, or millions of medical students worldwide, who actively participate in research and contribute on a day to day basis to the progress of medicine, by creating a world renowned platform of the highest scientific quality, for the publication of their work. I present to you IJMS, sure that this will be one of those defining moments for the history of student publications.








EXECUTIVE COMMITTEE:

Américo Peña-Oscuvilca, MD
Perú
Graduated with honors from the Universidad Nacional José Faustino Sánchez Carrión, Perú.
Member of IFMSA-Peru, participated in FELSOCEM, ex-president SOCIMEP (Sociedad Cientifica de Estudiantes de Medicina del Peru 2009).
Nominated to the Top Ten of best medical student researchers for 3 consecutive years.
First place in the National Scientific Congress of Medical Students in Peru in Clinical and surgical sciences 2008 and public health 2009.
Author of 19 publications in Peruvian and Latin-American journals.

Juliana Bonilla Vélez
Colombia
Graduated with honors from the Universidad del Valle in Cali, Colombia, and recently admitted with twelve more students from Latin America in Harvard Medical School for making part of the selected group of medical students who will participate in the educational program on Clinical Research Methodology. During her studies in Universidad del Valle, she was awarded scholarships for four semesters for ranking top 5 in her class. Ex president of the Scientific Association of Medical Students from the Universidad del Valle, ex treasurer and vice-president for two periods for the Association of Scientific Societies of Medical Students in Colombia ASCEMCOL, delegate for Colombia to FELSOCEM and IFMSA on 3 occasions.
First place in the national contest of original research in the XIX Colombian Student Congress of Medical Investigation, and received honorable mention for high quality in the XXI CECIM
Participated twice as research trainee in the “Epigenetics and Chromatin Dynamics” in the división of gastroenterology and hepatology of Mayo Clinic.
Author of 6 publications, one indexed in MEDLINE/PubMed.


Ahmad H. Adi
Saudi Arabia
Final year medical student at Alfaisal University. He has been awarded a Merit-Based Full Scholarship from 2008 to present and has been part of the Dean’s list from 2009 to present too.
He has been a Clinical observership in Brigham and Women’s Hospital in Harvard Medical School and a research exchange student at the Department of Physiology and Biophysics at the Arthur C. Guyton Research Center in the University of Mississippi Medical Center. He developed as a trainee for the Stem Cell Therapy Research Program in King Faisal Specialist Hospital and Research Center.
Experience on working for the IFMSA: current Director of the Human Resources Support Division, National Officer for Global Opportunities (NOGO) and member of the National Board of IFMSA-Saudi Arabia. In addition, he has also attended different general assemblies and its training sessions (which lead him to become a certified trainer. He has also presented projects for his National Medical Organization. Author of 3 publications.

MENTORS:

Martín E. Fernández-Zapico, MD.
Assistant Professor, Department of Medicine, Mayo Clinic
Assistant Professor, Department of Biochemistry and Molecular Biology, Mayo Clinic
Senior Associate Consultant, Division of Oncology Research, Department of Medical
Oncology and Division of Gastroenterology and Hepatology, Department of Medicine,
Mayo Clinic
Faculty (Full Privileges), Mayo Graduate School, Mayo Clinic
Graduated from the Universidad de Córdoba en Argentina, completed his post doctoral studies at Mayo Clinic in Biochemistry and celular Biology.
Member of 10 national and international associations including the American Association for Cancer Research, American Gastroenterology Association, American Pancreatic Association, among others.
Is part of the editorial board of the Journal of Gastrointestinal Cancer, World journal of gastroenterology, Pancreatology and the Journal of Gastrointestinal Cancer, y peer-reviewer in 32 scientific journals.
Author of 45 publications on PubMed.

Dr. Alfonso J. Rodriguez-Morales, MD, MSc, DTM&H, FRSTMH, FFTM, PhD(c).
Professor in Public Health, Epidemiology and Biostatistics at the Razetti School of Medicine of the Universidad Central de Venezuela. Ad Honorem researcher in tropical diseases in the Instituto Jose Witremundo Torrealba in the Universidad de los Andes, Venezuela, and director of the population studies unit of the Fundación Centro de Estudios sobre Crecimiento y Desarrollo de la población venezolana FUNDACREDESA, Venezuela.
Completed medical school in the Universidad Central de Venezuela, and post doctorate in parasitology at this same institution.
Editor, Journal of Infection in Developing Countries (JIDC).
Author of 75 articles on PubMed.

Dr. Jorge Gomez Marin, MD, MSc, PhD, PostPhD.
Director of the Centre of Biomedical Investigation Manuel Elkin Patarroyo and research laboratory GEPAMOL ranked A1 category in Colombia.
Graduated from medical school at the Universidad del Quindío, with masters degree from the Prince Leopold institute of tropical diseases, Belgium and doctorate and post doctorate studies at the University of Reims, France.
Editor or the Colombian Journal on infectology INFECTIO, recognized worldwide for his studies in Toxoplasma gondii and its clinical manifestations.
Author of 46 publications on PubMed.




We courteously invite you to participate in the International Journal for Medical Students. There are many ways to become involved or support our journal, such as Ambassador of the IJMS ( Medical students interested in research, public relations and communications who help make IJMS known worldwide), Partner ( National or international medical associations or congresses who offer IJMS their institutional support) or  Sponsor ( Institutions who offer finantial or other forms of support)






Jumat, 23 Maret 2012

Metode Pembuatan Larutan Penelitian Biomedik

Kumpulan Metode Pembuatan Larutan Penelitian Biomedik

Makhyan Jibril A*
Program Study Master Biomedik, Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya Malang



1.    Pembuatan Larutan Phosphate Buffer Saline (PBS) pH 7,4

Larutan PBS dapat dibuat dari KCl sebanyak 0,1 gram, KH2PO4 sebanyak 0,1 gram, Na Cl sebanyak 4 gram, dan Na2HPO4.H2O Sebanyak 1,08 gram. Bahan-bahan tersebut dilarutkan dalam 250 mL akuades steril dan dihomogenkan menggunakan magnetik stirer dalam gelas kimia 500 mL. pH larutan diatur hingga mencapai 7,4 dengan larutan NaOH 1 M menggunakan pH meter. Kemudian dipindahkan larutan ke dalam labu ukur 500 mL dan ditambahkan akuades steril hingga tanda batas.

2.    Pembuatan Larutan PBS-Tween
Larutan PBS pH 7,4 sebanyak 200 mL ditambah 1 tetes Tween dengan menggunakan pipet tetes. Larutan dihomogenkan menggunakan magnetik stirer.

3.    Pembuatan Larutan Fenil Metil Sulfonil Fluorida (Phenyl Methyl Sulfonyl Fluoride,PMSF) 4 mM
Mr. PMSF = 174,2 g/mol
Untuk membuat larutan PMSF 4 mM sebanyak 200 mL, maka PMSF yang diperlukan adalah:
G PMSF = 174,2 g/mol x 0,004 mol / L x 0,1 L
              = 0,0697
PMSF sebanyak 0,0697 g dilarutkan dalam dimetil formalin sebanyak 80 mL. Lalu dipindahkan dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan akuades steril hingga tanda batas.

4.    Pembuatan larutan PBS-Tween-PMSF
Untuk membuat PBS-Tween-PMSF sebanyak 100 mL, larutan PBS-Tween sebanyak 90 mL dicampur dengan larutan PMSF sebanyak 10 mL. Larutan dihomogenkan menggunakan magnetik stirer.

5.    Pembuatan Larutan Buffer Tris-HCl pH 6,5
Mr. Tris-HCl = 157,56 g/mol
Untuk membuat buffer Tris-HCl 0,02 M sebanyak 200 mL, maka Tris-HCl yang diperlukan adalah:
G Tris-HCl = 157,56 g/mol x 0,02 mol/L x 0,25 L
                   = 0,7878
Tris-HCl sebanyak 0,7878 g dilarutkan dalam akuades steril sebanyak 100 mL dan pHnya diatur hingga 6,5 dan ditambahkan kembali akuades steril hingga volumenya mencapai 250 mL.

6.    Pembuatan Larutan APS 10 %
Larutan APS 10 % dibuat dari amonium persulfat sebanyak 0,5 gram yang dilarutkan dengan 5 mL akuades steril. Kemudian, dihomogenkan dengan vorteks serta disimpan dalam lemari pendingin pada suhu 4°C

7.    Pembuatan Larutan Poliakrilamida (T-akril)
Akrilamida sebanyak 2,92 gram dan bisakrilamida sebanyak 0,0801 gram dilarutkan dengan 7 mL akuades steril dengan dihomogenkan menggunakan magnetik stirer, selanjutnya dimasukkan dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan akuades steril hingga tanda batas.

8.    Pembuatan Larutan Upper Gel Buffer (UGB) pH 6,8
Tris-base sebanyak 0,75 gram dan SDS (sodium deodesil sulphate) sebanyak 0,0401 gram dilarutkan dengan 5 mL akuades steril. pH larutan diatur hingga 6,8. Selanjutnya, dimasukkan dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan akuades steril hingga tanda batas.

9.    Pembuatan Larutan Lower Gel Buffer (LGB) pH 8,8
Tris-base sebanyak 1,32 gram dan SDS sebanyak 0,0401 gram dilarutkan dengan 5 mL akuades steril serta dihomogenkan dengan magnetik stirer. pH larutan diatur hingga 8,8. Selanjutnya, dimasukkan dalam labu  ukur 10 mL dan ditambahkan akuades steril hingga tanda batas.

10.              Pembuatan Running Buffer
Larutan Running Buffer dibuat dengan mula-mula menimbang 3,03 gram Tris-base 14,40 gram glisin dan 1,00 g SDS, lalu dilarutkan dalam 1 L akuades steril

11.              Pembuatan Larutan Reducing Sample Buffer (RSB)
Larutan Reducing Sample Buffer dibuat dari UGB sebanyak 0,125 µL, gliserol sebanyak 0,2 µL, SDS sebanyak 0,2µL, β-merkaptoetanol sebanyak 0,05 µL dan 0,025 µL Bromophenol Blue, lalu diencerkan dengan 400 µL akuades steril
Tabel Komposisi Larutan Separating Gel 12 % (1 plate)
Bahan
Volume (µL)
LGB
1300
T-akril
2000
dd H2O
1700
APS 10 %
70
TEMED
7

Tabel Komposisi Larutan Stacking Gel 3 % (1 plate)
Bahan
Volume (µL)
UGB
415
T-akril
267
dd H2O
975
APS 10 %
20
TEMED
2

12.              Pembuatan Larutan Pewarna (Staining)
Commasive Brilliant Blue R-250 sebanyak 0,2501 gram dilarutkan dengan 45,4 mL metanol 99,9% dan 9,2 mL asam asetat glasial. Lalu, ditambahkan dengan akuades steril hingga volumenya mencapai 100 mL

13.              Pembuatan Larutan Penghilang Warna (Destaining)
Larutan Destaining dapat dibuat dengan terlebih dahulu dipipet 7 mL asam asetat glasial dan 7 mL metanol 99,9 %, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan akuades steril hingga tanda batas

14.              Blocking Buffer (PBS-Skim 5 %)
Untuk membuat larutan PBS-Skim 5 % sebanyak 10 mL maka dibutuhkan susu skim sebanyak
Susu skim 5 % = 5 gram/ 100 mL x 10 mL
                       = 0,5 gram
Susu skim sebanyak 0,5 gram dilarutkan dengan 10 mL larutan PBS

15.              PBS- Skim 1 %
Untuk membuat larutan PBS-Skim 1 % sebanyak 10 mL maka dibutuhkan susu skim sebanyak
Susu skim 1 % = 5 gram/100 mL x 10 mL
                       = 0,1 gram
Susu skim sebanyak 0,5 gram dilarutkan dengan 10 mL larutan PBS

16.              Transfer Buffer
Tris-base sebanyak 3,03 g. Glisin sebanyak 14,4 dan methanol sebanyak 200 mL dilarutkan dengan akuades sebanyak 600 mL. pH larutan diatur pada 8,4. Larutan dipindahkan ke dalam labu takar 1 L dan ditambah akuades hingga tanda batas.

17.              Pembuatan Larutan K2HPO4 0,2 M
Untuk membuat larutan K2HPO4 0,2 M sebanyak 250 mL, K2HPO4yang diperlukan adalah:
Berat K2HPO4 = 174,37 g/mol x 0,2 mL x 0,25 L
                       = 8,7185 g
8,7185 g K2HPO4 dilarutkan dengan akuades dalam gelas kimia 100 mL, larutan dimasukkan ke dalam labu ukur 250 mL dan ditambah akuades hingga tanda batas.

18.              Pembuatan Larutan KH2PO4 0,2 M
Untuk mendapatkan 500 mL larutan KH2PO4 0,2 M, KH2PO4 0,2 M yang diperlukan adalah:
Berat KH2PO4 = 136,07 g/mol x 0,2 mol/L x o,5 L
                       = 13,607 g
13,607 g padatan KH2PO4 dilarutkan dengan akuades dalam beaker glass 100 mL, dituang ke dalam labu ukur 500 mL dan ditambah dengan akuades sampai tanda batas

19.              Pembuatan Larutan Buffer Fosfat 0,2 M pH 7,5
Misal : Volume KH2PO4 0,2 M yang digunakan sebesar 170 mL
            Asam : H2PO4- ↔ H+ + HPO4 2-        Ka = 6,2 x 10-8
            pH = pKa + log [K2HPO4]
                                  [KH2PO4]
            7,5 = -log 6,2 x 10-8 + log 0,2 M x V
                                                 0,2 Mx 170 mL
            7,5 = 7,21 + log 0,2 M x V
                                    0,2 Mx 170 mL
            7,5 = 7,21 + log 0,2 M x V
                                    34 mmol
            antilog 0,29 = 0,2 M x V
                                 34 mmol
            34 mmol x 1,9498 = 0,2 M x V
            66,2932 mmol       = 0,2 M x V
            V = 66,2932
                   0,2 M
            V = 331,466 mL = 331,5 mL
Jadi volume K2HPO4 0,2 M yang ditambahkan sebesar 331 mL. Larutan KH2PO4 0,2 M sebanyak 170 mL ditambah 331,5 mL larutan K2HPO4 0,2 M, sehingga diperoleh larutan buffer fosfat 0,2 M pH larutan diaturan hingga 7,5.

20.              Pembuatan Larutan Buffer Fosfat 0,1 M pH 7,5
Larutan buffer fosfat 0,1 M dapat dibuat dari hasil pengenceran buffer fosfat 0,2 M. Bila larutan buffer fosfat 0,1 M yang dibutuhkan sebanyak 500 mL maka
V1 .C= V2.C2
  V1 . 0,2 M = 500 mL . 0,1 M
              V1  = 250 mL
250 mL buffer fosfat 0,2 dimasukkan ke dalam labu ukur takar 500 mL dan ditambah dengan akuades hingga tanda batas

21.              Bovin Serum Albumin (BSA) 1 % untuk ELISA
Untuk membuat larutan BSA 1 % sebanyak 10 mL maka dibutuhkan BSA sebanyak
BSA 1 % = 1 gram x 10 mL
                 100 mL
             = 0,1 gram
BSA sebanyak 0,1 gram dilarutkan dengan 10 mL larutan PBS 

22.              Pembuatan Larutan Standar Malondialdehid
Malondialdehid standar mempunyai densitas 0,997 g/L = 0,997. 103 µg/mL
Larutan standar MDA konsentrasi 8 µg/mL
V1 M1=V2 M2
V1 x 0,997. 103 µg/mL = 8 µg/mL x 10 mL
V1 = 0,08 mL = 80 µL
Larutan MDA 80 µL diencerkan dengan akuades dalam labu ukur 10 mL

Larutan Standar MDA konsentrasi 7 µg/mL
V1 M1=V2 M2
V1 x 8 µg/mL = 7 µg/mL x 10 mL
V1 = 8,75 mL = 8750 µL
Larutan MDA konsentrasi 8 µg/mL sebanyak 8750 µL diencerkan dengan akuades dalam labu ukur 10 mL

Larutan Standar MDA konsentrasi 6 µg/mL
V1 M1=V2 M2
V1 x 7 µg/mL = 6 µg/mL x 10 mL
V1 = 8,571 mL = 8571 µL
Larutan MDA konsentrasi 7 µg/mL sebanyak 8571 µL diencerkan dengan akuades dalam labu ukur 10 mL

Larutan Standar MDA konsentrasi 5 µg/mL
V1 M1=V2 M2
V1 x 6 µg/mL = 5 µg/mL x 10 mL
V1 = 8,333 mL = 8333 µL
Larutan MDA konsentrasi 6 µg/mL sebanyak 8333 µL diencerkan dengan akuades dalam labu ukur 10 mL

Larutan Standar MDA konsentrasi 4 µg/mL
V1 M1=V2 M2
V1 x 5 µg/mL = 4 µg/mL x 10 mL
V1 = 8 mL = 8000 µL
Larutan MDA konsentrasi 5 µg/mL sebanyak 8000 µL diencerkan dengan akuades dalam labu
ukur 10 mL

Larutan Standar MDA konsentrasi 3 µg/mL
V1 M1=V2 M2
V1 x 4 µg/mL = 3 µg/mL x 10 mL
V1 = 7,5 mL = 7500 µL
Larutan MDA konsentrasi  4 µg/mL sebanyak 7500 µL diencerkan dengan akuades dalam labu ukur 10 mL

Larutan Standar MDA konsentrasi 2 µg/mL
V1 M1=V2 M2
V1 x 3 µg/mL = 2 µg/mL x 10 mL
V1 = 6,667 mL = 6667 µL
Larutan MDA konsentrasi 3 µg/mL sebanyak 7500 µL diencerkan dengan akuades dalam labu ukur 10 mL

Larutan Standar MDA konsentrasi 1 µg/mL
V1 M1=V2 M2
V1 x 2 µg/mL = 1 µg/mL x 10 mL
V1 = 5 mL = 5000 µL
Larutan MDA konsentrasi 2 µg/mL sebanyak 5000 µL diencerkan dengan akuades dalam labu ukur 10 mL

23.              Pembuatan Larutan Asam Trikloroasetat 10 % (TCA)
TCA 10 % = 10 gram x 10 mL
                    100 mL
                 =  1 gram
TCA sebanyak 1 g dilarutkan dengan 5 mL akuabides. Kemudian dipindahkan larutan ke dalam labu ukur 10 mL dan ditambahkan akuabides steril hingga tanda batas.

24.              Pembuatan HCl 1 N
Mr HCl = 36,5
d          = 1,268 g/mL
untuk membuat HCl 1 N sebanyak 100 mL maka
mol      = Normalitas x V
mol      = 1 x 0,1 L
            = 0,1 mol
Berat    = mol x Mr HCl
            = 0,1 mol x 36,5 g/mol
            = 3,65 g
Volume= berat
                Berat jenis 
            = 3,65 g
               1,268 g/mL
            = 2,878 mL
Volume HCl 37 % yang diambil = 2,878 x 100
                                                              37
                                              = 7,780 mL
HCl 37 % sebanyak 7,780 mL diencerkan dengan 50 mL akuades, larutan dipindah ke dalam labu takar 100 mL dan ditambah akuades hingga tanda batas.

25.              Pembuatan Larutan Na-Thio 1 %
Thiobarbiturat sebanyak 0,868 g dan NaOH sebanyak 0,241 g dilarutkan dalam akubides hingga volume 100 mL

26.              Pembuatan Larutan pNPP dalam dietanolamin
Dietanilamin sebanyak 520 µL dilarutkan dengan akuades sebanyak 4480 µL. pNPP sebanyak 1 tablet dilarutkan dengan larutan dietanolamin. Campuran dikocok dengan vortex hingga larut

27.              Pembuatan TBS (Tris Buffer Saline)
NaCl sebanyak 8,7 dan Tris Base sebanyak 1,21 g dilarutkan dengan 500 mL akuades. pH larutan diatur sebesar 7,4 dan larutan ditanda bataskan hingga 1 L

28.              Coating Buffer
Na2CO3 sebanyak 0,0477 g, NaHCO3 sebanyak 0,0879 g dan NaN3 sebanyak 0,006 dilarutkan dalam 30 mL akuades

1.      Pembuatan Larutan LGB (Lower Gel Buffer) pH 8,8
Pertama ditimbang 1,82 gram Tris-base dan 0,04 gram SDS, lalu dilarutkan dengan akuades steril dengan distirer serta diatur pHnya hingga 8,8. Kemudian dimasukkan dalam labu ukur 10 mL dan ditandabataskan dengan aquades steril.

2.      Pembuatan Larutan UGB (Upper Gel Buffer) pH 6,8
Mula-mula ditimbang 0,75 gram Tris-base dan 0,04 gram SDS, kemudian dilarutkan dengan akuades steril. Lalu diatur pHnya hingga 6,8. Selanjutnya dimasukkan dalam labu ukur 10 mL dan ditandabataskan dengan aquades steril.

3.      Pembuatan Larutan Poliakrilamida (T-akril)
Mula-mula ditimbang 2,92 gram akrilamida dan 0,08 gram bisakrilamida, lalu dilarutkan dengan 10 mL aquades steril.

4.      Pembuatan Larutan APS 10 %
Larutan APS 10 % dibuat dengan menimbang 1 gram ammonium persulphate dan dilarutkan dalam 10 mL aquades steril

5.      Pembuatan Larutan Gel Poliakrilamid
Gel poliakrilamid dibuat dengan mencampurkan bahan-bahan UGB/LGB, T-akril, ddH2O, APS 10 %, dan TEMED. Gel poliakrilamid yang dibuat ada dua jenis, yaitu separating gel dan stacking gel, dengan komposisi seperti tercantum dalam tabel
Tabel. Komposisi Larutan Separating Gel 12 % (2 plate)
Bahan
Volume (µL)
LGB
2600
T-akril
4000
ddH2O
3400
APS 10 %
140
TEMED
14
Tabel. Komposisi Larutan Stacking Gel 3 % (2 plate)
Bahan
Volume (µL)
UGB
830
T-akril
534
ddH2O
1950
APS 10 %
40
TEMED
4

6.      Pembuatan Running Buffer
Mula-mula ditimbang 3,03 gram Tris-base, 14,4 gram glisin dan 1 g SDS, lalu dilarutkan dalam 1 L aquades steril

7.      Pembuatan Larutan Reducing Sample Buffer (RSB)
Mula-mula diambil dengan mikropipet 0,125 µL UGB, 0,2 µL gliserol, 0,2 µL SDS, 0,05 µL β-merkaptoetanol dan 0,025 µL Bromophenol Blue, lalu diencerkan dengan 400 µL aquades steril.

8.      Pembuatan Larutan Pewarna (Staining)
Pertama-tama ditimbang 0,25 gram Coomassie Briliant Blue R-250, dilarutkan dengan 45,4 mL metanol 99,9 % dan 9,2 mL asam asetat glasial. Lalu ditambahkan dengan aquades steril hingga volumenya mencapai 100 mL

9.      Pembuatan Larutan Penghilang Warna (Destaining)
Mula-mula dipipet 7 mL asam asetat glasial dan 7 mL metanol 99,9 %, lalu dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditandabataskan dengan aquades steril.

10.  Pembuatan Larutan Buffer Tris-Cl pH 6,8
Mula-mula yang harus dilakukan adalah menimbang Tris-HCl. Untuk membuat buffer Tris-Cl 0,02 M dengan Mr Tris-HCl = 157,56 g/mol, maka:
  ρ = 157,56 g x 0,02 mol
            mol              L
     = 3,1512 g
              L
Sehingga untuk 200 mL, Tris-HCl yang diperlukan adalah:
g Tris-HCl = 3,1512 g  x 0,2 L
                          L
                    = 0,63024 g
Kemudian ditimbang 0,63 g Tris-HCl dan dilarutkan dalam aquades steril. Lalu diatur pHnya hingga 6,8 dan ditambahkan kembali aquades steril hingga volumenya mencapai 200 mL.

11.  Pembuatan Larutan Phosphate Buffer Saline (PBS) pH 7,4
Tahapan yang dilakukan adalah menimbang KCl sebanyak 0,1 gram, KH2PO4 0,1 gram, NaCl 4 gram, dan Na2HPO4.H2O 1,08 gram. Kemudian dilarutkan bahan-bahan tersebut dalam aquades steril dengan distirer dan diatur pHnya hingga mencapai 7,4 untuk selanjutnya dipindahkan larutan ke dalam labu ukur 500 mL dan ditandabataskan dengan aquades.

12.  Pembuatan Larutan PBST (PBS-Tween 0,05 %)
Larutan Tween-20 sebanyak 50 µL ditambahkan dalam 100 mL larutan PBS (Phosphate Buffer Saline), kemudian dihomogenkan dengan distirer.

13.  Pembuatan Larutan Tris Buffer Saline (TBS)
Ditimbang NaCl sebanyak 4,35 gram dan tris-base sebanyak 0,605 gram. Kemudian dilarutkan dalam aquades steril, diatur pH hingga mencapai 7,4, untuk selanjutnya dipindahkan larutan ke dalam labu ukur 500 mL dan ditandabataskan dengan aquades.

14.  Pembuatan Larutan TBST (TBS-Tween 0,01 %)
Larutan Tween-20 sebanyak 10 µL ditambahkan dalam 100 mL larutan TBS (Tris Buffer Saline), kemudian dihomogenkan dengan distirer.

15.  Pembuatan Larutan Transfer Buffer
Ditimbang Tris Base sebanyak 3,03 gram dan glisin 14,4 gram. Kemudian ditambahkan 200 mL metanol dan dilarutkan dalam 1 L aquades steril

16.  Pembuatan Larutan PBS-skim milk 5 %
Untuk membuat PBS-skim milk  5 % (g/mL), maka dilarutkan 0,05 gram skim milk untuk setiap mL PBS. Jika diinginkan 50 mL PBS-skim mkilk 5 %, maka skim milk yang harus ditimbang adalah sebanyak:
g skim milk = 0,05 g x 50 mL
                        mL
                   = 2,5 g
2,5 gram skim milk kemudian dilarutkan dalam 50 mL PBS dan dihomogenkan dengan distirer.

17.  Pembuatan Larutan PBS-skim milk 1 %
Untuk membuat PBS-skim milk 1 % (g/mL), maka dilarutkan 0,01 gram skim milk untuk setiap mL PBS. Jika diinginkan 10 mL PBS-skim milk 1 %, maka skim milk yang harus ditimbang adalah sebanyak:
g skim milk = 0,01 g x 10 mL
                        mL
                   = 0,1 g
0,1 gram skim milk kemudian dilarutkan dalam 10 mL PBS dan dihomogenkan dengan distirer.

18.  Pembuatan Larutan Buffer Phosphate 0,5 M pH 8
Na2HPO4 sebanyak 35,49 gram dilarutkan dalam 500 mL aquades steril sebagai basa konjugat. Na2HPO4.H2O sebanyak 34,5 gram dilarutkan dalam 500 mL aquades steril sebagai asam. Kemudian basa konjugat ditambah asamnya hingga pH mencapai 8.

19.  Pembuatan Larutan Phenyl Methyl Sulfonyl Fluoride (PMSF) 4 mM
Mr. PMSF = 174,2 g/mol
Untuk membuat larutan PMSF 4 mM sebanyak 100 mL, maka PMSF yang diperlukan adalah:
g PMSF = 174,2 g x 0,004 mol x 0,1 L
       mol        L
           = 0,0697 g
Kemudian ditimbang 0,0697 g dan dilarutkan dengan aquades steril, lalu dipindahkan dalam labu ukur 100 mL dan ditambahkan aquades steril hingga tanda batas.

20.  Pembuatan Larutan PBST-PMSF 4 mM (PBST- Phenyl Methyl Sulfonyl Fluoride)
4 mM PMSF dalam DMF sebanyak 10 mL ditambahkan dengan 90 mL PBST, kemudian dihomogenkan dengan distirer

21.  Pembuatan Larutan Coating Buffer
Ditimbang 0,159 gram Na2CO3, 0,293 gram NaHCO3, dan 0,02 gram NaN3, kemudian dilarutkan dalam aquades steril. Diatur PH hingga mencapai 9,6 untuk kemudian ditandabataskan dengan aquades steril dalam labu ukur 100 mL.

22.  Pembuatan Larutan Standar BSA
Larutan BSA 10000 rpm  =  10000 mg
                                                L
                                        =  100 mg
                                           10 mL
                                        =  0,1 g
         10 mL
Variasi larutan standar BSA dibuat dari pengenceran bertingkat larutan BSA 10000 ppm. Larutan BSA 10000 ppm dibuat dengan menimbang BSA sebanyak 0,1 gram dan dilarutkan dengan aquades steril hingga 10 mL. Larutan standar BSA dibuat dengan pengenceran bertingkat larutan BSA 10000 ppm menjadi beberapa macam konsentrasi, yaitu:
a.      Larutan BSA 9000 ppm
                C1 . V1 = C2 . V2
10000 ppm . V1   = 9000 ppm . 10 mL
                       V1 = 9 mL
b.      Larutan BSA 8000 ppm
                C1 . V1 = C2 . V2
  9000 ppm . V1    = 8000 ppm . 10 mL
                       V1 = 8,89 mL
c.       Larutan BSA 7000 ppm
                C1 . V1 = C2 . V2
    8000 ppm . V1 = 7000 ppm . 10 mL
                       V1 = 8,75 mL
d.      Larutan BSA 6000 ppm
                C1 . V1 = C2 . V2
    7000 ppm . V1 = 6000 ppm . 10 mL
                       V1 = 8,57 mL
e.       Larutan BSA 5000 ppm
                C1 . V1 = C2 . V2
    6000 ppm . V1 = 5000 ppm . 10 mL
                       V1 = 8,33 mL
f.        Larutan BSA 4000 ppm
                C1 . V1 = C2 . V2
    5000 ppm . V1 = 4000 ppm . 10 mL
                       V1 = 8 mL
g.      Larutan BSA 3000 ppm
                C1 . V1 = C2 . V2
    4000 ppm . V1 = 3000 ppm . 10 mL
                       V1 = 7,5 mL
h.      Larutan BSA 2000 ppm
                C1 . V1 = C2 . V2
    3000 ppm . V1 = 2000 ppm . 10 mL
                       V1 = 6,67 mL
i.        Larutan BSA 1000 ppm
                C1 . V1 = C2 . V2
    2000 ppm . V1 = 1000 ppm . 10 mL
                       V1 = 5 mL
Kemudian dipipet masing-masing volume larutan berdasarkan hasil perhitungan tersebut, dimasukkan dalam labu ukur 10 mL , dan ditambahkan aquades steril hingga tanda batas.

23.  Pembuatan Larutan PBS-azida 1 %
Untuk membuat PBS-azida 1 % (g/mL), maka dilarutkan 0,01 gram NaN3 untuk setiap mL PBS. Jika diinginkan 50 mL PBS-azida 1 %, maka NaN3 yang harus ditimbang adalah sebanyak:
g NaN3 = 0,01 g x 50 mL
                   mL
              = 0,5 g
0,5 gram NaN3 kemudian dilarutkan dengan PBS, lalu dipindahkan dalam labu ukur 50 mL dan ditambahkan PBS hingga tanda batas.



 
Blogger Widgets